Berdasarkan rentetan fase pemikiran yang amburadul maka saya memberikan opini sementara bahwa kata Pariban itu berasal dari kata “PAR-BARIBAAN” atau “ORANG SEBELAH”. Par-baribaan dalam dugaan saya
memiliki makna “ORANG DEKAT” atau “ORANG YANG MASIH DIKENAL” atau bisa juga “SANAK FAMILY”.
Berdasarkan dugaan tersebut saya pun mencoba menerawang ke jaman ompungta si jolu tubu dan dalam perjalanan imaginier ini sayapun berubah menjadi orang batak pintar dan sangat kaya.
Karena saya kaya maka seperti kebiasaan orang-orang batak kaya yang lain jelas takut benar kehilangan harta, dan karenanya sayapun ingin agar orang orang yang berhubungan dengan keluarga atau dekat dengan sumber kekayaan saya haruslah orang yang bisa dipercaya.
Untuk itu saya harus membuat suatu aturan baru agar bisa mengawinkan anak dan boru saya kepada keluarga yang masih bisa dipercaya. Setelah dipikir dan diputar putar tujuh putaran akhirnya saya mendapatkan ide brilian. Sebaiknya Anak lelaki saya dikawinkan dengan anak dari saudara lelaki dari isteri (Tulang). Sementara anak perempuan dikawinkan dengan anak dari ito saya (namboru).
Sebagai orang kaya sekaligus pintar marhata tentunya saya cukup disegani di banyak huta dan dengan gampang sayapun bisa mengudang banyak raja adat dan raja huta guna mengolkan usul tersebut dan menjadikannya bagian dari aturan adat yang “seharusnya” atau tidak dilarang.
Seperti sebuah ungkapan ompungta si jolo tubu.
“Dolok i do marsitatapan dohot Dolok, Rura i tu Rura”,
Maka usul tersebut pun tidak sulit untuk disepakati, karena raja adat dan raja huta pada jaman dulu biasanya dari golongan berada juga (memiliki luas tanah ber-bius-bius istilah jaman dulu) dan memiliki kekayaannya yang hanya sedikit dibawah saya, Maka kamipun Setali tiga uang.
Agar semuanya lengkap dan sesuai prosedur maka kaum perempuan harus dipisahkan dari silsilah sebab jika dimasukkan tentu masih memiliki hubungan darah, padahal yang namanya sedarah jelas tidak bisa saling
mengawini. Untuk itu pihak perempuan pun harus dibuang dan dibuat terpisah agar tidak bertentangan dengan usul yang hendak dibentuk.
Untuk melengkapi sekaligus menyempurnkan hal tersebut maka kaum perempuan yang telah dipisahkan (dibuang dari silsilah) sebaiknya diberi penghargaan dalam bentuk lain, karenanya kami sesama raja adat membuat aturan lain yaitu menempatkan pihak perempuan sebagai pihak yang terhormat dan diberi tempat di siamuan didalam pelaksanaan setiap adat.
Klop bukan ?
setelah klop pengumuman pun dibuat, dan karena raja adat dan raja kampung yang mencetuskan, maka seluruh pengikutnyapun menjadikannya sebagai aturan sah didalam adat, untuk mengawini boru ni Tulang atau
“Parbaribaan” alias PARIBAN.
Akhirnya kekayaan saya pun seperti syair lagu dari
kla-project
tak pernah kelain hati..,
tak pernah ke lain orang.
Horas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar